"Hey.." sapamu. Aku berbalik dan menemukan sepasang mata yang berbinar. Aku menatapmu heran. Ada apa?
"Apa
kau punya kuncinya?" Tanyamu sambil berseri. "Kata orang kau punya
kuncinya. Tolong beritahu aku!" Ujarmu lagi. Aku semakin tak mengerti.
Kunci manapun yang kau maksud, jelas aku tak memilikinya. Satu-satunya
kunci yang ada di saku-ku, dan di seluruh tempat manapun yang adalah
hak-ku, hanya kunci berkarat tempat tinggalku. Rumah mungil yang
rasa-rasanya hampir roboh. Aroma kayu dan rayap yang mungkin beribu-ribu
itu selalu menerpa saat pintunya yang berdecit kubuka. Selain itu, aku
tidak punya kunci. Kunci loker sekalipun. Aku menggeleng menjawab
pertanyaanmu, dengan bingung. Wajahmu memelas, dan kau mendesak, "Tapi
orang-orang bilang kau punya!" Hah! Geram sekali aku melihatmu. Tidak ya
tidak. Sekali lagi aku menggeleng, "kunci apapun itu, aku tidak tau"
kataku. Mencoba meyakinkan. "Memangnya kau cari kunci apa?"
"Aku
mencari kunci agar mampu menyelami laut dunia tanpa meninggalkan tempat
ini" suaramu lesu, namun ada secercah harap. "Aku juga mencari kunci,
untuk menatap matahari terbenam di pagi hari.." Mana bisa! Matahari
terbenam di sore hari, batinku. "Aku mencari kunci...membuka jendela
dunia" Aku tersentak, seperti memahami. Tapi aku mengeleng lagi,
seketika lupa apa yang kau maksud, meski beberapa detik sebelumnya
memaknai tujuanmu. "Adilnya begini, kau ikut aku saja ke rumahku. Nanti
kau cari sendiri kunci itu" rayuku. Aku duga kau tidak punya tempat
tinggal dan usiamu terlihat amat muda. Tak akan kubiarkan kau kelaparan.
Kau setuju. Perlahan kita menaiki tangga reyot, membuka daun pintu yang
berdcit, menghirup aroma kopi, dan menemukan..selemari penuh buku-buku
terpampang serampangan di rak lapuk, nyaris tumbang...
Dan matamu... binarnya semakin terang
#random
Tidak ada komentar:
Posting Komentar