Rabu, 21 Oktober 2015

Lelaki Istimewa

Ada seorang lelaki yang begitu kucintai. Bahkan saat belum banyak yang bisa kuingat pun, orang-orang bilang aku tak bisa jauh dari lelaki ini. Posisinya di hatiku nomor keenam di bawah ibuku. Dia ayahku. Lelaki yang selalu kupanggil papa, dan dulu pernah meminta kami memanggilnya abi. Papa. Nasihatnya selalu kunantikan. Meski di jaman dulu aku pernah menangis meraung-raung, bmerajuk di kamar berhari-hari karena nasihatnya. Tapi sekarang berbeda. Kata-kata dan berbagai kisah darinya begitu ingin kudengar. Kusadari sekarang, bahwa segala petuahnya itu ibarat tonggak yang menopangku, yang menuntunku. Seorang lelaki yang sabar, yang ikhlas, serta qonaah. Semua yang terjadi padanya dikaitkan dengan Allah. Bahkan di saat-saat paling terpuruk dari hidupnya, ia bersyukur, mengajarkanku dengan teladan apa itu makna kesabaran. Bahkan di saat aku mendapati fitnah-fitnah yang dideranya, ia tersenyum. Papaku..Saat aku marah karena suatu kejadian yang tak diharapkan, dia hanya berkata,"Allah sudah mengatur segalanya. Semua kejadian ini karena Allah. Allah hanya ingin menguji apakah kita sabar, apakah kita ikhlas dengan takdirnya..." Dan aku menangis diam-diam mendengar nasihatnya. Suatu ketika kutanya pada beliau, "Pa, laki-laki bagaimana yang papa harapkan untuk menjadi pendampingku?""Seorang hafiz.." Jawab papa singkat. Aku hanya termenung, bagaimana caranya aku mengabulkan harapan papa? Lalu kutanya lagi, "kapan aku boleh menikah?" "Sekarang juga boleh" jawabnya. jawaban itu mengingatkanku bahwa aku sudah dewasa di matanya. "Cari yang mengerti agama, yang bisa membawa pada surga" kira-kira begitulah pesannya. Papa..mengingatkanku bahwa dunia hanya sementara. Mengingatkanku bahwa dunia hanyalah setetes air di antara lautan. Papa, yang kalau berkunjung selalu membawakanku mangga, yang ia tahu kesukaanku. papa, yang berjam-jam rela menungguku pulang praktikum, hanya demi makan malam bersama. Arigatou gozaimasu, papa. I love you, papa.