Sabtu, 05 Februari 2022

Hal yang Ingin Kita Katakan (Namun Sebaiknya Tidak)

Jiwaku sudah pulang. Waktu menjadi temanku untuk terus maju dan pura-pura bahagia. Merangkai distraksi agar yang kutahan dalam hati tidak macam-macam, meloncat keluar lalu aku kehilangan yang disayang lagi.

Aku tidak mengasuh rindu, walau perasaan itu tetap saja keras kepala tumbuh besar. Menggerogoti dalam diam. Sampai tiap kali kulihat hal lucu dan sebuah spontanitas muncul, aku tercekat. Kutahan jari agar tidak memencet tombol kirim. Kutahan air mata karena sungguh, terkadang masih sepi.

Kadang-kadang aku terbangun dinihari, ada yang menyapaku dalam mimpi. Lambaian tangan perpisahan kembali terngiang. Sesosok bayangan tersenyum sambil menjauh. Aku benci perasaan itu. Perasaan ditinggalkan dan keharusan mengikhlaskan. Lalu batin berbisik, "Bangunlah. Berwudhulah. Rindumu itu dari setan. Sana sujud dan berhajat pada Allah". Aku menghamba dan perlahan bayangan itu pergi.

Banyak sekali yang ingin kukatakan, beribu pengakuan meledak di kepala. Aku tetap rindu padamu. Aku tetap sayang padamu seperti biasanya dulu (kamu tau bagaimana bentuk sayang itu). Aku tidak marah padamu. Aku tidak benci padamu. Aku masih ingin kita berteman. Aku masih mau bertemu. Aku tidak mengutukmu. Kamu masih kubicarakan ke seisi rumah (tentu hanya seputar hal menyenangkan). Aku juga sayang pada orang-orang di sekitarmu. Aku masih berdoa untukmu. Aku masih khawatir walau aku tau tidak perlu.

Aku harap kamu juga masih menjaga perasaan itu. Perasaan hangat persahabatan kita.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar