Selasa, 18 Januari 2022

Mati Lampu

Suara printer sore itu bersaing dengan jangkrik yang mulai muncul. Tuts keyboard bernada bagai piano di jarimu. Sesungguhnya aku tidak harus lembur, tapi sengaja kulama-lamakan diri di sana. Dengan segala kemampuan drama yang kupunya, aku pura-pura masih kerja. Sementara rekan kita yang lain sudah sedari Ashar tadi pamit dari kantor.
Kopi kita tinggal sehirup. Kertas sudah kurapikan dan ragaku siap pulang. Batinku yang berontak memaksa untuk tinggal barang sejenak. Tiba-tiba, mati lampu.
Kau mengeluh dalam gelap. Aku ikut-ikutan. Mendadak saja sepi. Petang datang dan adzan Maghrib menggema.
"Kau tidak pulang?" Tanyamu. Aku jawab tidak. Aku mau menunggu terang lagi sekalian menyelesaikan pekerjaan lain. Magrib itu aku separoh berdusta. 
"Baiklah, aku sholat dulu di mesjid. Hati-hati di sini sendiri. Ada hantu!" Selorohmu. Aku mengomel karena benci cerita hantu tapi suka candamu. 
Lama kutunggu listrik tak juga menyala. Sementara sayup-sayup suara Imam mesjid memberitahuku para lelaki masih sampai rakaat dua. Aku menyerah. Tidak baik bagiku berlama-lama sendirian walaupun aku ingin pulang bersama. Sesuatu hal yang tidak pantas tapi moralku kalah dengan perasaan. Kulambatkan gerak demi mengobral waktu. Imam akhirnya mengucap salam.
Tiba-tiba kau muncul.
"Sepertinya kau harus pulang," katamu. Aku mengangguk setuju. Tidak ada gunanya menunggu lagi. 
"Sebentar," katamu lagi. Kemudian kau menyalakan sepeda motor, lampu sorot menerangi jalanku. Aku tau kau tidak akan bisa mengantarku. Lampu sorot itu sudah lebih dari cukup
"Silakan, dan hati-hati!" Katamu lagi. Aku tersenyum melenggang pulang, denganmu mengamati.

Orang yang jatuh cinta memang cenderung melakukan hal-hal bodoh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar