Selasa, 02 Agustus 2022

Hal-hal yang Disembunyikan Orang-orang

Aku menatap sepasang orang tua usia 30-an akhir, digandeng anak-anak mereka. Senyum merekah, seolah-olah mereka keluarga paling bahagia. Aku menatap si Bapak yang membawakan tas Ibu. Anaknya dilepas berlarian, gantian suami istri itu bergandengan. Palsu. Aku tau keluarga itu palsu. Setidaknya kebahagiaan mereka. Bukan hanya sepasang, tidak pula dua pasang, aku melihat begitu banyak gerombolan keluarga dengan keceriaan yang dibuat-buat. Keikhlasan hanya datang dari anak-anak yang berseru senang. 
Di sela jemari suami istri yang berbahagia, ada banyak sendu. Dirawat baik-baik oleh para istri karena suaminya kurang ajar. Dengan dalih pergaulan mereka main belakang. Mencurangi istri yang mati-matian menjaga nama baik suami. Memeluk wanita lain yang bukan haknya bahkan haram hukumnya. Bajingan. Pria-pria bajingan. Kemesraan bagaikan kedok, padahal malam nanti saat istrinya lelap, ia akan tertawa bersama wanita murahan yang dengan mudahnya menggoda suami orang. 
Aku menatap muda-mudi. Kelihatan polos sekali. Menebar keceriaan ala remaja yang hampir tua. Kerapian bagaikan topeng, karena kalau jubah polos itu dilepas maka berwujudlah serigala buas yang tak pernah puas. Siang hari mereka beramah tamah, malam hari kesadaran mereka minggat, dilarikan minuman keras. Sialnya, aku manusia yang sering kali terjebak pada kepalsuan itu. Kukira, semua manusia baik-baik saja.
Kurasa aku terlalu lama bersembunyi di taman surga hingga aku menjadi naif. Kukira masih jauh jarakku dengan para penipu. Ketakutanku akan dunia semakin besar. Dunia ini kejam sekali. Kebaikan yang kecil terasa luar biasa. Tak apa berbuat macam setan, asal tidak ketahuan. Aku ingin menangis. Setiap hari. Ingin melarikan diri. Setiap hari. Ingin menjauh dari perbuatan jahat. Setiap hari. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar